Design Thinking adalah …

luqmanharies
7 min readJan 28, 2021

--

Aku: “kak, proses desain itu kaya gimana sih?”
Kamu: “kamu tau design thinking?”
Aku: “enggak”
Kamu: “kenalan dulu yuk sama design thinking :)”
Aku: “… oke ”

FAQ about learning ui / ux design

Ternyata eh ternyata, setelah mendengar wejangan, baca-baca dimedium dan buku, desain itu ga sebatas eye catching, keren, dan good looking, ternyata enggak. Ada unsur unsur yang kita tidak dapat lihat, namun dapat dirasakan (User Experience).

Lalu Design Thinking itu apa sih? saya waktu masuk salah satu organisasi dikampus disarankan tahu dulu apa itu Design Thinking, ikut webinar tentang UI/UX pasti ujung-ujungnya bahas Design Thinking, dan saran yang paling banyak itu pasti …

“Pahami dlu Desain Thinking-nya”

Jadi apa sih Design Thinking itu ? dan kenapa sepenting itu ? 🤔

metode design thinking untuk inovasi bisnis karya Ananda Sabil Hussein
metode design thinking untuk inovasi bisnis karya Ananda Sabil Hussein

“Design Thinking merupakan alat yang digunakan dalam problem-solving, problem-design, hingga problem-forming” ~ Ananda Sabil Hussein

Atau lebih singkat nya, Desain Thinking itu alur kerja, proses desain dan pola berfikir kita sebagai desainer dalam mendefinisikan sebuah problem. Dalam prosesnya Design Thinking bersifat “Human Centered”, yang artinya mengutamakan kebutuhan pengguna. Setiap phase dari Design Thinking berasal dan ditunjukan pada manusia (end user).

Terus kenapa sepenting itu?

alasan kenapa Design Thinking itu penting pake banget buat Desainer, karena membantu menggali dan menjawab kebutuhan pengguna yang tidak terpenuhi dan membantu kita belajar cepat memahami apa yang dibutuhkan user. Design Thinking adalah Fundamental yang harus kita miliki sebagai seorang desainer.

metode Design Thinking memiliki 5 phase yaitu:

5 Phase of Design Thinking

phase tersebut tidak selamanya berhenti ketika sudah melakukan test, ada kalanya akan kembali ke awal, kephase yang dibutuhkan atau beriterasi terus menerus.

“Design Thinking adalah proses learning”

Empathize

Nah, selanjutkan kita kenal-lan nih sama phase pertama yang krusial dan menjadi hearth of design, yaitu Empathize.

“Kunci proses Design Thinking adalah berempati dengan user”

Di phase ini kita akan ber-empati kepada user untuk mengumpulkan dan mendapatkan pemahaman lebih tentang user, bahkan konsep inovatif yang tidak terpikirkan oleh kita. Untuk mendapatkan problem, goal, dan insight dari user dengan melakukan/menggunakan User Research, seperti melakukan Interview, menentukan persona, 5 why, empathize map, dll.

Banyak banget methodnya, apa kita bakal ngelakuin itu semua ? Tentu tidak abang/teteh, pilihlah method sesuai kebutuhan dan fungsinya. Phase ini kita fokus untuk berempati kepada pengguna dan juga mencari tahu siapa sih yang akan menggunakan design kita? orangnya kaya gimana ? kebiasaanya apa ?, kita mencoba untuk sedikit mungkin untuk berasumsi dan mencari tau fakta yang ada dilapangan.

Kita enggak boleh mengedepankan asumsi atau kalau mau, boleh berasumsi tapi jangan lupa divalidasi. yang enggak boleh itu berasumsi tanpa validasi.

Define

“Mereka sebenarnya maunya apa?”

Data yang udah kita ambil sebelumnya diproses Empati, kemudian dilakukan proses definisi untuk mengidentifikasi permasalahan yang dimiliki target pengguna dan menghasilkan wawasan yang dapat kita tindak lanjuti yang akan menjadi dasar gagasan solusi kreatif.

Hasil dari identifikasi tersebut dapat berbentuk persona, karakter fiktif yang dibuat untuk mewakilkan kelompok target pengguna. yaa singkatnya persona itu deskriptif yang realistis, detail dan spesifik. Point yang harus ada pada persona yang paling umum itu cerita singkat dari user’s goal, behaviours, dan paint points, sisanya tergantung kebutuhan untuk produknya.

diproses ini kita mengidentifikasi data yang kita dapet dari proses sebelumnya dan menentukan sebenarnya apa yang user kita butuhkan untuk menyelesaikan permasalah mereka.

Ideate

Phase ini kita akan mencari segala macam bentuk solusi yang dapat memecahkan problem statement/permasalahan pada tahap sebelumnya, yang perlu diingat jangan membatasi pencarian solusi dengan pemikiran kaya “solusi ini bisa diimplemen gak ya? mungkin ga ya solusi ini dibuat?” itu sering banget terjadi, jad pas kita nge-ide tulis aja ide yang kita pikirkan, sebanyak mungkin, gak harus original, inovatif, unik atau lainnya. masalah kepake enggaknya itu belakangan, catet aja dulu.

kok gitu? bukannya buang buang waktu? ya enggak, tujuannya ya nge-ide, explorasi seluas mungkin dari solusi yang ada. Tapi jangan lupa, batasi waktu untuk mencari ide, kadang kadang kita lupa waktu dalam explorasi yang mendalam dan malah kadang terlalu lebar.

Terus cara kita memancing ide itu keluar dari kepala kita gimana ? ada banyak cara agar kita menemukan ide, salah satunya itu teknik How Might We (HMW)

How Might We

How Might We (HMW) adalah teknik untuk menentukan dan membingkai design challenge atau permasalahan menjadi pertanyaan yang actionable (bisa ditindak lanjuti). Pertanyaan HMW tidak boleh terlalu luas dan juga sempit, misal:

  1. HMW menjadi perusahaan yang sukses? (terlalu luas)
  2. HMW mengembangkan penjualan kepada dealer ditempat tertentu dengan menambah halaman pencarian dalam apps? (terlalu sempit)
  3. MHW mengembangkan penjualan kepada dealter ditempat tertentu? (yang benar)

dari hasil HMW tersebut dapat kita jawab dengan solusi/idea yang dapat menyelesaikan/menjawab permasalahan tersebut.

diphase ideate kita akan melakukan pencarian ide-ide kreatif yang akan menyelesaikan permasalahan pengguna. Dalam melakukan proses ideate terdapat banyak teknik yang sering dilakukan antara lain: brainstorming, bechmarking, user-flow, user scenario, user journey, crazy8, sketching, dll.

Prototype

kemudian, kita masuk ke proses prototype, pasti kalian udah ga sabar kan buka figma. Sebelum kesitu, kita harus paham dlu fungsi proses ini tuh apa,

jadi fungsi proses prototype itu

“Memudahkan kita dalam memvisualisasikan ide maupun solusi, memvalidasi, keter-bergunaan produk, demonstrate the idea dan hal lainnya”

umumnya sebelum kita membuat prototype, kita pertama ngembuat sketsa → wireframe/low fidelity → high fidelity →prototype.

https://uxplanet.org/sketch-wireframe-mockup-and-prototype-why-when-and-how-29a25b3157c4

sketsa itu freehand drawing di selembar kertas, yang merepresentasikan konsep yang akan kita buat.

wireframe itu desain yang merepresentasikan element-element UI yang penting seperti layouting, belum berwarna, dan bentuknya juga masih skeleton, ini itu blue print dari high fi produk yang akan kita desain.

high fi, itu representasi visual look dari produk, udah ada warna, udah ada icon, typografinya tersusun, kontent, dan dll. dan high fi ini yang akan kita buat menjadi clickable atau prototype-nya.

Test

prototype udah dibuat, kemudian kita lakukan testing. testing itu kita memvalidasi apakah rancangan flow dan rancangan ide atau solusi yang kita buat sudah benar mampu menyelesaikan masalah pengguna? atau ada masalah lain yang dapat kita kembangkan?, mengevaluasi produk dengan pengguna yang representatif.

benefit dari testing itu ngebantu kita belajar hal yang tidak kita ketahui, mengidentifikasi masalah dari persfektif pengguna, dan banyak lagi.

sebelum kita test ke pengguna, yang harus kita siapkan pertama itu, scenario testnya atau simplenya apa yang mau diuji?, bagian mana yang ingin kamu validasi?, alur pengujian dari awal sampe akhir gimana? apa yang mau dibahas? dan task task yang pengguna lakukan di prototype kita apa aja?. Testing plan/scenario ini ngebantu kita melakukan test dengan alur yang terstruktur.

testing plan udah, sekarang siapa sih orang yang akan dijadikan tester atau partisipan ?, orang yang akan menjadi tester kita itu orang yang karakteristiknya sama dengan persona yang kita buat.

kenapa? karena problem, behavior, dan karakteristik lainnya yang ada dipersona yang kita buat harus representatif dengan tester, supaya hal-hal yang kita uji pada produk yang kita rancang dapat teridentifikasi masalahnya.

simplenya gini, rancangan produk kita menyelesaikan masalah X, tapi tester kita punya masalah Z, ya kurang cocok, nanti insight yang kita harapkan enggak dapet atau kurang sesuai.

terus, berapa banyak tester yang kita rekreut? 5 itu cukup, kenapa? kalo kata bapak Nielson norman

“menambahkan lebih banyak, kamu belajar semakin sedikit karena kamu akan terus melihat hal yang sama berulang kali”

jadi permasalahan/insight yang dirasakan oleh tester yang representatif itu akan dirasakan juga oleh tester representatif lainnya, atau simplenya masalah yang dirasakan sama.

Conclusion

jadi, proses Design Thinking bersifat iteratif, fleksibel, dan berfokus pada kolaborasi antara desainer dan pengguna, dengan penekanan pada menghidupkan ide berdasarkan bagaimana pengguna sebenarnya berpikir, merasa, dan berperilaku. Singkatnya…

design thinking itu mindset penyelesaian masalah.

pada setiap proses Design Thinking akan menghadapai beragam tantangan dan penyelesaian yang berbeda dimana masing-masing proses ini merupakan panduan yang membantu kita belajar dengan cepat memahami kebutuhan dari pengguna.

Terimakasih sudah membaca!

Semua yang aku sampaikan berdasarkan pengalaman dan sumber bacaan, yang coba aku sampaikan sesederhana mungkin dan setahu pemahaman ku,

Untuk Refrensi bacaan dengan pembahasan yang sama bisa dicek link dibawah ya!dadahhh 👋

--

--

luqmanharies
luqmanharies

Written by luqmanharies

man who is interested in product design, UI / UX design, and web / apps programming design —

No responses yet